SETIAP orang pasti menginginkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Namun kenyataannya untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan ternyata tidak mudah. Apakah pengalaman ini juga menimpa Anda?
Jika Anda mengalami masalah yang sama, Anda janganlah pesimistis dulu untuk berhenti mencari pekerjaan yang tepat. Menurut laporan
Career Builder, para pencari kerja yang selalu gagal mendapatkan pekerjaan tetap harus mengevaluasi lagi penyebab masalah ini bisa terjadi.
Berikut ini lima alasan mengapa seseorang sulit sekali menemukan pekerjaan yang tepat, di antaranya:
Anda tidak pintar "menjual" diri
Bukan berarti Anda benar-benar "menjual" diri, tetapi Anda tidak "menjual" diri dengan jawaban-jawaban yang meyakinkan saat proses interviu berlangsung.
Menolak bekerja di perusahaan kecil
Banyak orang lebih memilih bekerja di perusahaan besar, karena mereka berpikir bisa mendapatkan karier yang cerah di kemudian hari. Mereka pun lebih merasa bangga bekerja di perusahaan besar ketimbang di perusahaan kecil. Oleh karena itu banyak orang memilih untuk tidak melamar di perusahaan kecil.
Anda tidak mempersiapkan interviu sebaik mungkin
Sebagian orang berpendapat interviu tidak penting, sehingga tidak perlu mempersiapkannya dengan sebaik mungkin. Padahal interviu itu sangat penting, karena dari jawaban-jawaban yang Anda lontarkan kepada pewawancara itu menilai kepribadian Anda sebenarnya.
Anda tidak memberikan alasan yang jelas mengapa Anda meninggalkan pekerjaan sebelumnya
Salah satu syarat sebuah perusahaan menerima karyawan baru adalah jujur dan dapat dipercaya. Oleh karena itu jika ada pertanyaan mengapa Anda meninggalkan pekerjaan sebelumnya, Anda bisa menceritakannya dengan jujur dan tanpa dilebih-lebihkan.
Anda tidak mempunyai strategi jitu mendapatkan pekerjaan yang diinginkan
Anda sebaiknya mengevaluasi interviu-interviu sebelumnya, agar Anda bisa merancang strategi untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai di kemudian hari.
Sabtu, 08 November 2008
Lima Alasan Pelamar Sulit Mencari Pekerjaan
IKHWAN GANTENG (Gesit, Atensi, No reason, Tanggap, Empati, Nahkoda, Gentle).
Alangkah indahnya Islam. Kedudukan manusia dinilai dari ketaqwaannya, bukan dari gendernya. Ini adalah strata terbuka sehingga siapa saja berpeluang untuk memasuki strata taqwa.
Ikhwan dan akhwat adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berbeda. Ikhwan, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan rasionalitasnya karena ia adalah pemimpin bagi kaum hawa. Akhwat,
sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan sensitivitas perasaannya karena ia akan menjadi ibu dari anak-anaknya.
Di lapangan, ikhwan dan akhwat harus menjaga hijab satu sama lain, namun tentu bukan berarti harus memutuskan hubungan, karena dalam da'wah, ikhwan dan akhwat adalah seperti satu bangunan yang kokoh,
yang sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.
Belakangan ini menjadi sebuah fenomena baru di berbagai LDK kampus tentang sedikit `konfrontasi' ikhwan dengan akhwat. Tepatnya, tentang kurang cepat tanggapnya da'wah para ikhwan yang notabene adalah partner da'wah dari akhwat.
Patut menjadi catatan, mengapa ADK akhwat selalu lebih banyak dari ADK ikhwan. Walau belum ada penelitian, tetapi bila melihat data kader, pun data massa dimana jumlah akhwat selalu dua sampai tiga
kali lipat lebih banyak dibandingkan ikhwan, maka dapat diindikasikan bahwa ghirah, militansi dan keagresifan berda'wah akhwat, lebih unggul. Meski memang hidayah itu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, namun tentu kita tak dapat mengabaikan proses ikhtiar.
Akhwat Militan, Perkasa dan Mandiri?
Sejak kapankah adanya istilah Akhwat militan, perkasa dan mandiri ini? Berdasarkan dialog-dialog yang penulis telaah di lapangan, dan di beberapa LDK, ternyata hampir semua akhwat memiliki permasalahan
yang sama, yaitu tentang kurang cepat tanggapnya ikhwan dalam menghadapi tribulasi da'wah. Bahkan ada sebuah rohis yang memang secara turun temurun, kader-kader akhwatnya terbiasa mandiri dan militan. Mengapa? Karena sebagian besar ikhwan dianggap kurang bisa diandalkan. Dan ada pula sebuah masjid kampus di Indonesia yang hampir semua agenda da'wahnya digerakkan oleh para akhwat. Entah hilang kemanakah para ikhwan.
Akibat seringnya menghadapi ikhwan semacam ini, yang mungkin karena sangat gemasnya, penulis pernah mendengar doa seorang akhwat, "Ya Allah…, semoga nanti kalau punya suami, jangan yang seperti itu… (tidak cepat tanggap–red), " ujarnya sedih. Nah!
Ikhwan GANTENG Lantas bagaimanakah seharusnya ikhwan selaku partner da'wah akhwat? Setidaknya ada tujuh point yang patut kita jadikan catatan dan tanamkan dalam kaderisasi pembinaan ADK, yaitu GANTENG (Gesit, Atensi, No reason, Tanggap, Empati, Nahkoda, Gentle). Beberapa kisah tentang ikhwan yang tidak GANTENG, akan dipaparkan pula di bawah ini.
1. (G) Gesit dalam da'wah
Da'wah selalu berubah dan membutuhkan kegesitan atau gerak cepat dari para aktivisnya. Ada sebuah kisah tentang poin ini. Dua orang akhwat menyampaikan pesan kepada si fulan agar memanggil ikhwan B dari masjid untuk rapat mendesak. Sudah bisa ditebak…, tunggu punya tunggu…, ikhwan B tak kunjung keluar dari asjid. Para akhwat menjadi gemas dan menyampaikan pesan lagi agar si fulan memanggil ikhwan C saja. Mengapa? arena ikhwan C ini memang dikenal gesit dalam berda'wah. Benar saja, tak sampai 30 detik, ikhwan C segera
keluar dari masjid dan menemui para akhwat. Mobilitas yang tinggi.
2. (A) Atensi pada jundi
Perhatian di sini adalah perhatian ukhuwah secara umum. Contoh kisah bahwa ikhwan kurang dalam atensi adalah ketika ada rombongan ikhwan dan akhwat sedang melakukan perjalanan bersama dengan berjalan kaki.
Para ikhwan berjalan di depan dengan tanpa melihat keadaan akhwat sedikitpun, hingga mereka menghilang di likungan jalan. Para akhwat kelimpungan. ., nih ikhwan pada kemana? "Duh.., ikhwan ngga' liat- liat ke belakang apa ya?" Ternyata para ikhwan berjalan jauh di depan, meninggalkan para akhwat yang sudah kelelahan.
3. (N) No reason, demi menolong
Kerap kali, para akhwat meminta bantuan ikhwan karena ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh akhwat. Tidak banyak beralasan dalam menolong adalah poin ketiga yang harus dimiliki oleh aktivis. Contoh kisah kurangnya sifat menolong adalah saat ada acara buka puasa bersama anak yatim. Panitia sibuk mempersiapkannya. Untuk divisi akhwat, membantu antar departemen dan antar sie adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan. Para akhwat ini kemudian meminta tolong seorang ikhwan untuk memasang spanduk."Afwan ya…, amanah ane di panitia kan cuma mindahin karpet ini…," jawab sang ikhwan sambil berlalu begitu saja karena menganggap tugas itu bukanlah amanahnya.
4. (T) Tanggap dengan masalah
Permasalahan da'wah di lapangan semakin kompleks, sehingga membutuhkan aktivis yang tanggap dan bisa membaca situasi. Sebuah kisah, adanya muslimah yang akan murtad akibat kristenisasi di sebuah kampus. Aktivis akhwat yang mengetahui hal ini, menceritakannya pada seorang ikhwan yang ternyata adalah qiyadahnya. Sang ikhwan ini dengan tanggap segera merespon dan menghubungi ikhwan yang lainnya untuk melakukan tindakan pencegahan pemurtadan.
Kisah di atas, tentu contoh ikhwan yang tanggap. Lain halnya dengan kisah ini. Di sebuah perjalanan, para akhwat memiliki hajat untuk mengunjungi sebuah lokasi. Mereka kemudian menyampaikannya kepada ikhwan yang notabene adalah sang qiyadah. Sambil mengangguk-angguk, sang ikhwan menjawab, "Mmmm….""Lho… terus gimana? Kok cuma "mmmmm"…" tanya para akhwat bingung. Sama sekali tidak ada reaksi dari sang ikhwan. "Aduh… gimana sih…." Para akhwat menjadi senewen.
5. (E) Empati
Merasakan apa yang dirasakan oleh jundi. Kegelisahan para akhwat ini seringkali tercermin dari wajah, dan lebih jelas lagi adalah dari kata-kata. Maka sebaiknya para ikhwan ini mampu menangkap kegelisahan jundi-jundinya dan segera memberikan solusi.
Contoh kisah tentang kurang empatinya ikhwan adalah dalam sebuah perjalanan luar kota dengan menaiki bis. Saat telah tiba di tempat, ikhwan-akhwat yang berjumlah lima belas orang ini segera turun dari bis. Dan bis itu melaju kembali. Para akhwat sesaat saling berpandangan karena baru menyadari bahwa mereka kekurangan satu personel akhwat, alias, tertinggal di bis! Sontak saja para akhwat ini dengan panik, berlari dan mengejar bis. Tetapi tidak demikian halnya dengan ikhwan, mereka hanya berdiri di tempat dan dengan tenang berkata, "Nanti juga balik lagi akhwatnya."
6. (N) Nahkoda yang handal
Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Ia adalah nahkoda kapal. Lantas bagaimanakah bila sang nahkoda tak bergerak? Alkisah, tentang baru terbentuknya kepengurusan rohis. Tunggu punya tunggu…, hari
berganti hari, minggu berganti minggu, ternyata para ikhwan yang notanebe adalah para ketua departemen, tak kunjung menghubungi akhwat. Akhirnya, karena sudah "gatal" ingin segera gerak cepat beraksi dalam da'wah, para akhwat berinisiatif untuk "menggedor" ikhwan, menghubungi dan menanyakan kapan akan diadakan rapat rutin koordinasi.
7. (G) Gentle
Bersikap jantan atau gentle, sudah seharusnya dimiliki oleh kaum Adam, apatah lagi aktivis. Tentu sebagai Jundullah (Tentara Allah) keberaniannya adalah di atas rata-rata manusia pada umumnya. Namun tidak tercermin demikian pada kisah ini. Sebuah kisah perjalanan rihlah. Rombongan ikhwan dan akhwat ada dalam satu bis. Ikhwan di depan dan akhwat di belakang. Beberapa akhwat sudah setengah mengantuk dalam perjalanan. Tiba-tiba bis berhenti dan mengeluarkan asap. Para ikhwan segera berhamburan keluar dari bis. Tinggallah para akhwat di dalam bis yang kelimpungan. "Ada apa nih?" tanya para akhwat. Saat para akhwat menyadari adanya asap, barulah mereka ikut berhamburan keluar. "Kok ikhwan ninggalin gitu aja…" ujar seorang akhwat dengan kecewa.
Penutup
Fenomena ketidak-GANTENG- an ikhwan ini, akan dapat berpengaruh pada kinerja da'wah. Ikhwan dan akhwat adalah partner da'wah yang senantiasa harus saling berkoordinasi. Masing-masing ikhwan dan
akhwat memang mempunyai kesibukannya sendiri, namun ikhwan dilebihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, yaitu sebagai pemimpin. Sehingga wajar saja bila yang dipimpin terkadang mengandalkan dan mengharapkan sang qawwam ini bisa jauh lebih gesit dalam berda'wah (G), perhatian kepada jundinya (A), tidak banyak alasan dalam menolong (N), tanggap dalam masalah (T), empati pada jundi (E), menjadi nahkoda yang handal (N) dan mampu memberikan perlindungan (G). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Kaum laki-laki adalah
pemimpin (qawwam) bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)..." (QS. An-Nisa':34) .
Kita harapkan, semoga semakin banyak lagi ikhwan-ikhwan GANTENG yang menjadi qiyadah sekaligus partner akhwat. Senantiasa berkoordinasi. Ukhuwah di dunia, dan di akhirat. Amiin.
UNTUKMU PARA PENYERU KEBENARAN ……!!!
QUM FAANZIR !
Bangkit dan berdirilah, susun barisan dan kekuatan. Barisan dan kesatuan Umat. Kobarkan semangat dan seruan. Seruan kepada kebenaran dan peperangan terhadap kebathilan.
WORABBAKA FAKABBIR !
Besarkan Tuhanmu, di atas segala Tak ada menyamai KebesaranNya. Tiada kekuasaan yang menyamai KekuasaanNya. Tiada urusan atau kepentingan yang lebih daripada urusan dan kepentingan menjalankan perintahNya. Semuanya kecil dihadapan Allahu Akbar.
WATHIABAKA FATHAHHIR !
Bersihkanlah dirimu, lahir dan batinmu! Hanya dengan kesucian ruh, Amanah dan Risalah ini dapat engkau jalankan. Risalah dan Amanah ini adalah suci. Dia tidak boleh dipegang oleh tangan yang kotor, jiwa yang berlumur dosa dan noda. Hanyalah dengan kesucian ruh engkau dapat memikul tugas dan beban berat Dakwah ini.
Thahirum muthahir suci dan mensucikan, itulah peribadi Mukmin yang sejati. Tangan yang berlumur darah maksiat tidak mungkin akan akan mampu berbuat kebaikan kepada dunia dan manusia. Jiwa yang kotor dan penuh dosa tidak mungkin akan memberikan isi dan arti dunia dan manusia.
WARRUJZA FAHJUR !
Jauhilah maksiat..!! Dosa itu akan menodai dirimu, akan menghitamkan wajah-hatimu. Engkau tidak akan sanggup menghadapNya, jika mukamu tebal dan hitam dengan dosa dan maksiat, Namamu akan cemar dihadapan Rabbul Izzati kalau laranganNya tidak engkau jauhi. Bersihkanlah dirimu, keluargamu, masyarakat, bangsamu dari kemaksiatan dan kemungkaran. Makruf yang harus tegak dan mungkar yang harus tumbang, adalah program perjuanganmu. A1-Haq yang harus dimenangi dan bathil yang harus dibinasakan, adalah acara dan jihadmu.
WALATUMNUN TASTAKTHIR !
Janganlah engkau memberi karena harap balasan yang banyak ! Jalankan tugas ini tanpa mengharapkan balasan dan ganjaran dari manusia. Menjalankan tugas adalah berbakti dan mengabdi, tidak mengharapkan balasan dan pujian, keuntungan benda dan material. Kekayaan manusia tidak cukup untuk “membalas” kerja Dakwahmu yang tidak ternilai itu. Jalankan tugas ini karana hanya mengharapkan keRidhaan Allah.
WALIRABBIKA FASYBIR !
Hendaklah engkau sabar ! Karena Tuhanmu, Lakukanlah tugas dakwah ini dengan segala kesabaran dan keteguhan. Sabar menerima musibah yang menimpa, ujian yang datang silih berganti. Sabar menahan dan mengendalikan diri. Tidak putus asa dan hilang harapan atau kecewa melihat hasil yang ada atau tidak seimbangnya hasil dan pengorbanan yang diberikan. Sabar dalam melakukan kebaikan dan menghadapi kemaksiatan Hanya dengan Sabar akan menyampaikan engkau kepada tujuan.
DUA PILAR KEPEMIMPINAN
Sungguh sangat memprihatinkan perasaan kita sebagai bangsa menyaksikan berbagai peristiwa yang menyebabkan rakyat semakin menderita. Kasus lumpur Lapindo yang telah berlangsung selama 1 tahun misalnya, telah mengakibatkan ribuan jiwa kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Bahkan banyak di antara mereka yang menderita gangguan jiwa karena tidak tahan terhadap kondisi dan situasi yang terjadi.
Demikian pula sebagian dari mereka pernah melakukan mogok makan, hanya karena mereka tidak mendapatkan jatah makan yang layak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh pihak terkait. Beberapa kali pula kita melihat mereka berbondong-bondong, dengan ongkos sendiri, mengadukan nasib mereka ke Jakarta untuk bertemu dengan pemerintah. Meskipun mereka telah mendapatkan janji yang menggembirakan, tetapi realisasi dari janji itu masih sangat memprihatinkan.
Kasus lain yang juga mengundang perhatian adalah kasus Meruya selatan yang terjadi beberapa waktu lalu. Meskipun eksekusi tidak jadi dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat, namun penduduk yang sudah puluhan tahun tinggal di situ, merasa khawatir karena pihak Mahkamah Agung memenangkan pihak Portanigra yang merasa tanah-tanah tersebut adalah milik mereka. Yang memprihatinkan, baik masyarakat maupun pihak Portanigra sama-sama merasa memiliki sertifikat asli tanah tersebut. Kita khawatir kasus semacam ini akan terjadi pula di tempat lain. Masyarakat resah, gelisah, merasa tidak terlindungi, dan tidak percaya terhadap dokumen negara yang dikeluarkan oleh lembaga resmi.
Berita terakhir yang juga sangat memprihatinkan adalah sengketa tanah di Pasuruan antara TNI AL dengan masyarakat. Sengketa yang telah berlangsung puluhan tahun ini, telah menimbulkan korban jiwa di kalangan masyarakat banyak. 13 anggota Marinir diduga telah melakukan penembakan terhadap warga yang berada di lokasi sengketa sehingga mengakibatkan meninggalnya sejumlah warga termasuk balita dan anak-anak. Meskipun kasus tersebut saat ini tengah ditangani pihak Polisi Militer Angkatan Laut, di mana ketiga belas anggota Marinir tersebut tengah menjalani pemeriksaan yang intensif, namun hal tersebut telah menimbulkan trauma di kalangan masyarakat disertai dengan perasaan ketidakpercayaan dan ketidakpastian terhadap hukum dan aturan yang berlaku di negara kita. Seharusnya sengketa-sengketa tersebut melalui pengadilan yang transparan, jujur, dan terbuka. Main hakim sendiri, siapa pun yang melakukannya, termasuk jika dilakukan oleh masyarakat, adalah tindakan yang seharusnya tidak boleh terjadi di negara kita yang menjadikan hukum sebagai panglima.
Kondisi semacam ini seyogyanya menjadi pelajaran yang berharga dalam menata dan membangun kembali pilar-pilar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam perspektif ajaran Islam, esensi kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah melindungi kepentingan masyarakat menuju pada tiga pilar utama, yaitu: (i) beribadah hanya kepada Allah SWT dengan memiliki akidah yang lurus dan syariat yang benar; (ii) memenuhi kebutuhan hidup masyarakat secara layak, dalam bidang sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan; dan (iii) melindungi mereka dari perasaan takut dan khawatir, baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya, keluarganya, masa depannya, dan juga lingkungan masyarakat. Ketiga hal ini dikemukakan secara implisit dalam firman Allah surat Al-Quraisy ayat 3 dan 4: "Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan".
Ketiga hal tersebut hanya mungkin bisa diwujudkan di tengah-tengah masyarakat kita apabila didukung oleh kepemimpinan yang kuat, amanah, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat. Kepemimpinan yang demikian ini akan dapat direalisasikan jika para pemimpin negeri ini melaksanakan dua fungsi utama kepemimpinan, yaitu sebagai ulil amri dan khadimul ummah.
Umara atau ulil amri adalah orang yang diberikan amanah dan kepercayaan untuk menangani segala urusan orang lain (masyarakat). Ia bertanggung jawab penuh terhadap segala persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Pemimpin yang memahami makna ulil amri akan memiliki kesadaran bahwa amanah jabatan dan kekuasaan yang dimilikinya harus dipergunakan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, sehingga ia akan berusaha untuk berlaku adil dan berusaha untuk melindungi kepentingan masyarakat, terutama kaum yang lemah.
Karena itulah, ketika diangkat menjadi khalifah, Abu Bakar ra menyatakan dengan tegas bahwa "aku adalah pemimpin yang berkeinginan orang kuat menjadi lemah di hadapanku dan sebaliknya orang lemah menjadi kuat di hadapanku". Terhadap pemimpin yang demikianlah, Allah SWT menegaskan pentingnya untuk memiliki ketaatan dan loyalitas, sebagaimana dinyatakan-Nya dalam QS An-Nisa: 59. "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu...". Sebaliknya, tidak ada loyalitas dan ketaatan terhadap pemimpin yang mengkhianati amanah yang telah diberikan Allah kepadanya.
Fungsi kedua yang juga sangat penting adalah fungsi khadimul ummah atau pelayan masyarakat. Pemimpin yang berorientasi pada pelayanan masyarakat akan senantiasa berusaha untuk melakukan berbagai langkah dan upaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kepeduliannya terhadap kondisi masyarakat akan tercermin pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya. Pemimpin yang pro-rakyat inilah yang termasuk ke dalam salah satu kelompok yang akan dilindungi Allah di hari kiamat nanti (al-hadits).
Integrasi konsep ulil amri dan khadimul ummah inilah yang menjadi kunci kesuksesan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Hukum akan tegak, keadilan akan tercipta, dan kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Jika para pemimpin negeri ini mau menyadari dan berusaha untuk mengamalkan pola kepemimpinan yang berjalan di atas kedua pilar tersebut, maka penulis berkeyakinan bahwa kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan berjalan dengan selaras dan harmonis, sehinga berbagai macam problematika masyarakat yang ada dapat diselesaikan dengan baik. Wallahu'alam.
(Prof Dr KH Didin Hafidhuddin )
Jumat, 07 November 2008
Pemuda-Mahasiswa Akselelator Kebangkitan Masyarakat
Wahai Mahasiswa bangkitlah !!!
“Berikanlah aku lima pemuda, niscaya aku akan merubah dunia.” Perkataan tersebut terucap dari lisan presiden pertama kita, Soekarno. Ketika muda, Soekarno amat peduli dengan permasalahan bangsa. Beliau berusaha mencari jalan keluar guna menentang penjajahan asing yang menyengsarakan rakyat. Semangat dan keberaniannya dalam perjuangan menuju kebangkitan bangsa perlu kita tiru. Pidato berjudul “Indonesia Menggugat” adalah sebagian kecil karya beliau yang berpengaruh dalam kebangkitan bangsa ini. Soekarno berhasil meraih cita-cita kemerdekaan Indonesia karena memegang teguh idealisme, integritas dan konsistensi perjuangan yang tidak pernah gentar terhadap kekejaman dari kekuasaan penjajah yang menyengsarakan dan memiskinkan rakyat. Jadi, pola pikir dan sikap mental founding fathers sangat perlu dimiliki oleh generasi muda saat ini terutama mahasiswa demi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Ketidakadilan yang kini kian menjepit rakyat miskin patut menjadi fokus perhatian mahasiswa. Gelombang unjuk rasa untuk melawan ketidakadilan merupakan refleksi semangat idealisme mahasiswa, sekaligus sebagai kepedulian terhadap kepincangan penegakan hukum. Kepedulian mahasiswa terhadap berbagai persoalan bangsa merupakan sarana mengasah daya kritis sekaligus sebagai bekal bila kelak menerima estafet kepemimpinan.
Peran Strategis Mahasiswa dalam Kehidupan Masyarakat
Secara umum, mahasiswa mempunyai tiga peran strategis dalam kehidupan masyarakat. Peran yang diemban mahasiswa tersebut adalah
1. Peran sosial
Mahasiswa berperan dalam melindungi kepentingan sosial masyarakat. Sudah selayaknya mahasiswa sebagai duta rakyat menunaikan amanah ini. Karena berkat masyarakatlah, mahasiswa dapat mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Biaya kuliah yang seharusnya berjuta-juta, menjadi lebih kecil dan ringan berkat kontribusi masyarakat dalam mensubsidi biaya pendidikan.
Relitas sosial yang terjadi di masyarakat saat ini sungguh memprihatinkan. Angka kemiskinan, kauntitas pelajar yang putus sekolah, dan tingkat kriminalitas semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mahasiswa sebagai insan terpelajar sudah seharusnya peka terhadap realitas sosial ini yang secara nyata dan kasat mata terjadi di sekitar tempat tinggal mereka. Adalah ironis jika seorang mahasiswa tidur dengan perut kenyang dan berselimut hangat, sementara rakyat kecil di sekitar tempat mereka tinggal dan berinteraksi merintih kelaparan dan kegelisahan akibat beratnya beban hidup. Jangan berkata “aku adalah seorang mahasiswa” bila belum menjalankan peran penting ini.
2. Peran politik
Politikus terkadang lebih kejam dari terkaman serigala. Terkaman serigala pada mangsanya hanya terjadi seketika, tetapi terkaman politikus busuk terhadap kepentingan rakyat terjadi sekian lama, secara simultan dan mendalam hingga berakibat pada kesengsaraan. Begitu dasyatnya kebobrokan yang terjadi di lingkungan pemerintahan karena ulah politikus ulung yang tak bertanggung jawab terhadap amanah yang diembannya. Korupsi, kolusi, nepotisme, dan serakah akan kursi basah (jabatan) yang terjadi di antara pejabat negara, makin memperburuk citra Indonesia sebagai bangsa yang beradab. Adalah kewajiban mahasiswa sebagai generasi penerus pemimpin bangsa untuk menghapuskan praktik kotor ini. Mahasiswa harus berperan aktif dalam meluruskan penyimpangan politik di pemerintahan karena hal ini akan berdampak pada terlemparnya kepentingan rakyat pada jurang ketidakadilan.
Kontribusi politik mahasiswa dalam perjuangan bangsa demi kebangkitan dan perubahan nasib kehidupan masyarakat tak akan pernah berakhir. Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI pada tahun 1945 dan Reformasi tahun 1998 merupakan sebagian kecil dari rentetan periode perjuangan politik mahasiswa yang berhasil menorehkan tinta emas dalam sejarah kebangkitan masyarakat dan bangsa.
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 tercetus akibat peran cerdas politik para pemuda. Mereka yang termasuk dalam golongan muda terpelajar (mahasiswa) mendesak golongan tua untuk segera memanfaatkan kekosongan kekuasaan (vacum of power) ketika Jepang sedang dilanda kehancuran akibat serangan sekutu Amerika. Para pemuda dengan sigap, segera mendesak golongan tua untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan cara memproklamirkan kemerdekaan. Hal ini berlanjut dengan kasus pengamanan Soekarno ke Rengasdengklok. Di sinilah para pemuda berdiskusi dan mendesak Soekarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan, hingga akhirnya Proklamasi Kemerdekaan sepakat dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945.
1998, masa reformasi. Pemuda yang sebagian besar adalah mahasiswa berperan dalam merubah tatanan politik dan pemerintahan negara ini menuju arah perbaikan. Kasus unjuk rasa Trisaksi, Semanggi, dan Kuningan adalah gambaran konkrit dari perjuangan politik mahasiswa dalam memperbaiki nasib rakyat dan bangsa ini. Harta, waktu, dan jiwa mereka korbankan demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Pantaslah jikalau mahasiswa disebut sebagai pemuda harapan bangsa yang mengemban amanah dalam memperjuangkan hak-hak rakyat.
3. Peran kultural
Peran kultural yang dimaksud meliputi kultur akademik dan moral. Kedua kultur inilah yang akan melengkapi kebesaran eksistensi mahasiswa sebagai duta masyarakat ketika menjalankan peran sosial dan politik.
Prestasi akademik seharusnya sudah menjadi kultur mahasiswa sebagai insan terpelajar. Fungsi sosial dan politik yang saat ini menjadi idealisme mahasiswa tak akan kokoh tanpa prestasi akademik. Karena kultur akademiklah yang akan menghilangkan kebodohan rakyat dan menjadi kunci pintu dalam mencerdaskan bangsa. Dengan prestasi akademiklah bangsa ini akan diakui oleh dunia sebagai bangsa yang besar dan tangguh. Dan dengan prestasi akademiklah perkembangan teknologi tercipta. Bercerminlah pada Iran. Bagaimana mahasiswa atau akademisi bersemangat untuk mengembangkan kegiatan riset teknologi. Sehinggga saat ini Iran berhasil mengembangkan teknologi nuklir sehingga dapat menggetarkan negara adidaya Amerika Serikat dan sekutunya.
Knowledge is power but character is more. Ilmu pengetahuan adalah utama, tetapi karakter (moral) lebih utama. Pengetahuan atau prestasi akademik tak akan bermakna tanpa moral atau akhlak yang mulia. Apalah gunanya pengetahuan yang luas jika pribadi kita sempit, egois, dan jauh dari etika moral yang mulia. Adalah kewajiban kita membuktikan karakteristik ilmu padi. Semakin tumbuh tinggi, semakin merunduk. Semakin tinggi pengetahuan semakin rendah hati dan menjadi teladan bagi masyarakat baik dalam segi pemikiran maupun tindakan. Pribadi yang jujur, disiplin, dermawan, dan egaliter adalah sebagian akhlak mulia yang wajib dimiliki oleh duta masyarakat (mahasiswa). Jangan berbicara memperbaiki bangsa dan negara jikalau memperbaiki pribadi pun tidak mau.
Knowledge is power but character is more. Ilmu pengetahuan adalah utama, tetapi karakter (moral) lebih utama.. Pedang yang tajam terkadang digunakan untuk menumpas kebaikan dan mengibarkan kemaksiatan, jika dipegang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sebaliknya, jika berada di tangan orang yang bertanggung jawab dan tidak bisa menjalankan peran kultural dalam kehidupan masyarakat, ketajaman pedang itu akan membawa manfaat. Demikian juga dengan potensi mahasiswa. Potensi yang begitu hebat itu bisa dipergunakan untuk menjunjung tinggi kebaikan, bisa juga untuk memperkokoh kejahatan dan kedurjanaan.
Penutup
Mahasiswa adalah agent of change potensial
Secara fitrah, masa mahasiswa merupakan jenjang kehidupan manusia yang paling optimal dalam akselerasi kebangkitan masyarakat. Peran sosial yang tercermin dalam kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan banyak dimiliki mahasiswa. Pemikiran politik kritis mereka terhadap pemerintahan sangat didambakan rakyat. Di mata masyarakat umumnya, mereka adalah agen perubahan (agent of change) tatkala masyarakat terkungkung oleh tirani kezaliman dan kebodohan. Mereka juga motor penggerak kemajuan ketika masyarakat melakukan proses pembangunan. Tongkat estafet peralihan suatu peradaban berbasis kultur riset-teknologi dan moral terletak di pundak mereka.
Demikianlah keadaan dan peranan mahasiswa. Kiprah mereka sangat didambakan dalam mengukir peradaban bangsa ini. Mereka merupakan tonggak kejayaan rakyat. Peranan mereka sangat didambakan oleh masyarakat sebagai pionir perubahan ke arah yang lebih baik. Seorang mahasiswa tidak layak hanya berpangku tangan dan bermalas-malasan di tengah kemunduran rakyat yang sangat memprihatinkan ini. Seorang mahasiswa jangan sampai menjadi penghalang kemajuan bangsa dan perjuangan menuju kebangkitan Indonesia. Bersemangatlah dan lakukan yang terbaik. Merdeka !!!